Etika dan Estetika: Rasional vs Intuisi

Etika dan Estetika: Rasional vs Intuisi

Etika

Etika, secara luas, adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang moralitas, baik dan buruk, benar dan salah. Topik utama dari studi tentang etika adalah pertanyaan, “Bagaimana cara terbaik bagi seseorang untuk hidup?” Hal ini sudah dipikirkan sejak jaman Confusius dan Aristotle sebagai dua filsuf yang banyak berbicara tentang etika. Dari mereka keluar ide dan pemikiran tentang kebaikan, kepantasan, cara hidup dan relasi antar manusia berikut hubungan dengan sekitarnya.

Ketika kita berbicara tentang cara hidup yang terbaik, tidak mungkin kita bisa lepas dari konteks dan konten (atau seringkali kita ungkapkan sebagai “situasi dan kondisi”). Bersamaan dengan pergerakan filsafat dan pemikiran di dalam bentangan sejarah yang merubah wajah sejarah, kebudayaan, dan masyarakat, kita harus sangat berhati-hati dalam memahami tentang pergeseran relatif di dalam etika. Etika dalam sekelompok masyarakat akan berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain, contohnya: orang Jerman dan orang Indonesia. Lingkungan yang berbeda akan memiliki etika tertentu, contohnya: lingkungan sekolah, lingkungan olah raga. Demikian pula dalam ruang lingkup tertentu, contohnya: etika bisnis, etika militer, dan seterusnya. Juga terdapat perbedaan dalam satu era dengan era yang lain, contohnya: hukuman jaman abad pertengahan dibandingkan dengan hukuman dalam abad modern. Kita tidak boleh dengan serampangan menilai betapa kejamnya hukuman dalam abad pertengahan tanpa mengenal secara keseluruhan konteks dan konten etika dalam dunia pada masa abad pertengahan. Tidak ada hak bagi suatu jaman untuk menghakimi jaman sebelumnya.

Etika berasal dari kata ethos yang berarti kebiasaan dan aturan. Etika dalam Bahasa Yunani, mengandung makna ilmu pengetahuan tentang moralitas. Sehingga pada saat kita berbicara tentang etika, sebenarnya kita sedang membicarakan tentang suatu sistem hukum yang kadang tertulis ataupun tidak tertulis tentang sesuatu yang seharusnya kita lakukan, muncul dalam perbuatan yang nyata dan bukan sekedar sebagai pembicaraan dan perdebatan filsafat. Seseorang dikatakan beretika baik ketika dia dalam hidupnya melakukan sesuatu yang baik menurut norma kepantasan, kesopanan, kebaikan, kebenaran, kesucian, dan seterusnya, yang berlaku umum dalam suatu konteks dan konten. Ketika seseorang tidak melakukan semua hal tersebut, dia tidak dikatakan netral, melainkan dia dikatakan tidak beretika, tidak sopan, biadab, kurang ajar, dan seterusnya. Tidak ada posisi netral dalam etika.

Karena itu, seseorang diharapkan dididik dengan baik di masa mudanya dengan pengetahuan teori akan nilai, norma dan etika yang pantas, untuk kemudian dimunculkan secara praktika dalam tingkah laku hidupnya sehingga dia tidak menjadi manusia yang dianggap tidak manusiawi. Keberadaan manusia yang tidak manusiawi menunjukkan kegagalan pendidiknya yang pasti juga kurang manusiawi. Melalui macam tingkatan didikan dan aplikasi moral tersebut, dapat terlihat relasi langsung bahwa ada etika yang tinggi dan ada etika yang rendah yang membentuk seorang manusia.

Etika yang lebih tinggi akan memiliki sifat yang melampaui batasan ruang, entah kelompok masyarakat, budaya, tradisi dan seterusnya. Etika yang lebih tinggi lagi akan melampaui batasan waktu dan memiliki sifat yang awet dan memiliki ketahanan yang tidak mudah ditelan waktu dan menjadi usang. Semakin tinggi suatu etika, semakin lama dia akan bertahan di dalam waktu. Etika yang semakin remeh dan semakin rendah akan sangat terjepit dalam ruang dan waktu yang semakin sempit dan terbatas.

Estetika

Estetika adalah bidang filsafat yang membicarakan segala hal yang berkenaan dengan kesenian, keindahan, kecantikan, kepantasan, perasaan, dan seterusnya. Segala hal yang bisa dinikmati oleh indra kita adalah topik pembelajaran dalam bidang estetika, yaitu kriteria dan sistematika tentang semua yang bisa dikatakan sebagai “kesenian”, “keindahan”, dan “sensasi yang dirasakan oleh jiwa”.

Berdasarkan pengalaman sensasi dan indra tubuh kita, kita bisa berelasi langsung dengan apa yang disebut sebagai bagus dan jelek, enak dan tidak enak, megah dan kumuh, dan yang sangat relevan dalam kehidupan kita adalah konsep kualitas tinggi dan kualitas rendah. Sehingga secara umum, estetika adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang, “Bagaimana cara menikmati keindahan?” Agar sebuah keindahan dapat dinikmati, maka harus terlebih dahulu dijelaskan, “Apakah yang dimaksud dengan keindahan?” Untuk memahami keindahan, maka harus dipahami dulu kualitas apa yang mendefinisikan sesuatu menjadi indah, kurang indah, dan jelek.

Estetika juga memiliki relativitas tersendiri di dalam hubungannya dengan manusia. Setiap kelompok manusia memiliki definisi tersendiri tentang estetika yang memunculkan budaya-budaya yang sangat beraneka ragam, dan di dalam keanekaragaman tersebut muncul pula varian keindahan yang sifatnya lebih personal. Misalnya cara seseorang dari bangsa Italia dengan budaya Italia mendekorasi rumahnya dibandingkan dengan orang Inggris. Pasti akan ditemukan perbedaan dan variasi tersendiri. Orang Italia mendekorasi rumahnya dengan nyaman, indah, dan mewah; tapi dari tampak luar bangunan rumahnya akan terlihat biasa saja. Sementara orang Inggris akan memiliki lingkungan luar rumah yang terawat, bersih, arsitektur yang elegan, namun dekorasi dalam rumahnya lebih bersifat sentimental dan fungsional. Dalam setiap rumah pun akan ditemukan sentuhan-sentuhan personal yang akan sangat berbeda antara rumah yang satu dengan rumah yang lain. Demikian pula dalam perjalanan waktu dan sejarah, estetika berubah dan mengalami pergeseran seturut dengan pergeseran aliran pemikiran dan filsafat.

Pengaruh estetika, baik disadari atau tidak, akan selalu tampak dalam perilaku seseorang dan cara seseorang menjalani hidupnya. Estetika dalam banyak kesempatan selalu bersifat dan memiliki pengaruh yang lebih personal dalam masing-masing orang. Ada orang yang lebih suka rasa coklat atau vanilla. Ada orang yang lebih suka warna hitam, dan yang lain lebih suka warna kuning. Ada yang menyukai musik pop, ada yang menyukai musik klasik.

Sekalipun estetika bersifat sangat praktis, tapi kepraktisan itu sama sekali tidak bersifat pragmatis. Estetika bukanlah sekedar menyukai rasa coklat atau vanilla, warna hitam ataupun kuning, musik pop atau klasik; melainkan lebih berkenaan tentang sebuah konsep di dalam diri manusia yang menghubungkan antara jiwa manusia dengan natur yang berada di luar tubuhnya. Ketika kita sedang mengatakan bahwa seorang pria itu tampan atau seorang gadis itu cantik, kita tidak bisa mendefinisi dan mereduksi konsep estetika dengan berusaha memahami bahwa cantik atau tampan itu adalah ketika hidungnya memiliki panjang sekian sentimeter, atau jarak antara mata kiri dan mata kanan adalah sekian sentimeter, atau bahwa wajahnya memiliki simetri antara kiri dan kanan. Tidak pula bahwa bunga anggrek baru bisa dikatakan indah karena keindahan itu bisa direduksi hingga kepada kumpulan fakta. Hal ini sudah dicoba dan bisa dilihat dari eksistensi dan ekstensi dari Golden Ratio : 1.618 (karena itu konsep keindahan selalu memiliki relasi dengan matematika, psikologi, arsitektur, kesenian, lukisan, biologi, dan entah apa lagi.) Estetika lebih merupakan konsep yang merangkum segala fakta dan terlebih lagi dalam berbagai konteks dan konten yang memberikan suatu pemahaman utuh dalam diri seseorang yang seringkali tidak dapat dijelaskan.

Akan tetapi, walaupun estetika adalah hal yang berkenaan dengan konsep keindahan yang sifatnya seakan-akan personal dan pribadi dan boleh berbeda antara orang yang satu dengan yang lain, tetap ada unsur kualitas mutlak yang ada secara intrinsik di dalam natur tiap objek. Setiap objek yang memiliki kualitas tinggi, dia akan melintasi ruang dan waktu dan diakui sebagai hal yang memiliki nilai tinggi, bukan karena banyak orang yang menyetujuinya, melainkan karena secara nilai di dalam dirinya sendiri menyatakan bahwa dia memiliki keindahan.

Sebagai ilustrasi: Berlian memiliki nilai intrinsik yang tinggi sebagai batu mulia yang sangat keras, transparan dan kilau yang cemerlang. Orang boleh setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka, tapi berlian akan selalu menjadi batu yang berharga.

Sumber: https://jimmyronald.wordpress.com
Share on Google Plus

About Penjara Ilmu

0 komentar:

Post a Comment